DPD LDII Kotim Gandeng Kejari Sosialisasikan Hukum Berbasis Pesantren

 

Sampit (15/11). Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kabupaten Kotawaringin Timur bekerjasama dengan Kejaksaan Negeri Kotim menyelenggarakan penerangan dan penyuluhan hukum bertempat di Masjid Barokah Sampit, Kalimantan Tengah, pada Minggu (13/11/2022).  

Ketua DPD LDII Kotim mengatakan, Pasal 3 ayat 1 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Konsep Negara Hukum tersebut diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum. “Segala tatanan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat didasarkan atas hukum yang berlaku,” ucapnya.

Dasuki berharap dengan pembekalan materi yang disampaikan oleh Kejaksaan Negeri, nantinya dapat bermanfaat dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan itu bertajuk “Ketaatan Hukum dan Thobiat Luhur untuk Mewujudkan Indonesia Maju di Bumi Habaring Hutung” serta sub tema Pengenalan Restorasif Justice, Stop Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Jauhi Narkoba”. Dua narasumber dari Kejaksaan Negeri Kotim yakni Arie Kusumawati dan Roshian Arganata. 

Dalam kesempatan itu, Arie mengapresiasi inisiatif LDII menyelenggarakan acara penyuluhan tersebut dan sekaligus memuji jargon “Jaksa Sahabat LDII”. “Pengalaman pertama bagi kami, biasanya ke sekolah dengan program jaksa masuk sekolah. Sekarang programnya jaksa masuk masjid,” katanya.

Dalam paparannya. Arie menjelaskan sekilas tentang apa itu kejaksaan. Hirarki kejaksaan ia sebut terdiri dari Cabjari (Cabang Kejaksaan Negeri), Kejaksaan Negeri bertempat di Kabupaten, Kejaksaan Tinggi di Provinsi serta Kejaksaan Agung di tingkat pusat. 

Berkaitan dengan ketaatan hukum, ia mengatakan hendaknya dipupuk sejak dari kecil. “Taat itu awalnya dari orangnya sendiri. Dipupuk sejak dari sekolah atau dari keluarga,” ucapnya. 

Lebih lanjut Arie menjelaskan tentang Restorative Justice (Keadilan Restoratif). Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. 

“Kondisi Lapas di Kotim saat ini sudah penuh. Over kapasitas. Untuk itulah ada Restorative Justice,” ucapnya.  

Reformasi kebijakan hukum pidana menuntun perubahan tujuan pemidanaan. Tidak lagi membalas, tetapi menghilangkan stigmatisasi atau pelabelan sebagai pelaku kejahatan dan membebaskan rasa bersalah pelaku.

“Syarat prinsip RJ adalah pertama tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kedua tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan ketiga tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah),” jelas Arie jaksa di Kejari Kotim yang berasal dari Yogyakarta tersebut. 

Pada paparan bahaya Narkoba, dijelaskan proses terbentuknya ketergantuan narkoba. Pertama komprom (mau bergaul dengan pemakai Narkoba), lalu diawali dengan coba-coba (segan menolak teman). Kemudian Toleransi Pemakaian sosial (hanya saat bergaul), Pemakaian situasional (saat kesal, sedih, kecewa, ada masalah).  

Berikutnya kebiasaan pemakaian jadi semakin sering (akan meningkat menjadi sering pakai tidak perlu dipengaruhi atau sedang bermasalah) dan puncaknya tahap ketergantungan , bila tidak pakai sakau kerusakan pada organ tubuh dan meninggal. 

Sementara Roshian Arganata memaparkan permasalahan seputar KDRT yang dilakukan oleh anggota keluarga. “Entah dilakukan oleh suami, isteri atau anak dengan berbagai macam bentuknya,” ujarnya.

KDRT dalam bentuknya terdiri dari fisik, psikis, seksual dan ekonomi. “Kekerasan ekonomi dapat berupa penelantaran. Si suami tidak menafkahi kepada anak isterinya,” kata Roshian.

Akibat dari KDRT dapat cidera atau luka, tra  uma psikologis, depresi yang dapat berujung bunuh dari. Solusinya, dalam keluarga agar dikedepankan komunikasi. Termasuk dalam hal bidang agama. Kegiatan penyuluhan hukum diikuti 300-an warga LDII di kota Sampit. Berlangsung sukses hingga akhir acara. (PS)

Berikut foto dokumentasinya:

 

——————–

Oleh: Rully Sapujagad (contributor) / Faqihu Sholih (editor)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *